Menanti BULAN Memerah
Gerhana bulan total terjadi lagi. Ini tentu berita yang menyenangkan bagi para penggemar astronomi di Indonesia yang tak sempat menyaksikan peristiwa langka itu pada 3 Maret lalu karena terhalang mendung.
Memang tahun ini gerhana bulan total terjadi dua kali, dan yang terakhir akan berlangsung pada 28 Agustus mendatang. Penduduk di Benua Amerika, Pasifik, Asia Timur, dan Australia bisa menyaksikan seluruh proses menghilangnya bulan di balik bayangan bumi itu secara penuh.
Indonesia termasuk wilayah yang bisa melihat gerhana. Namun, cuma wilayah timur Indonesia yang bisa melihatnya secara lengkap.
Memang tahun ini gerhana bulan total terjadi dua kali, dan yang terakhir akan berlangsung pada 28 Agustus mendatang. Penduduk di Benua Amerika, Pasifik, Asia Timur, dan Australia bisa menyaksikan seluruh proses menghilangnya bulan di balik bayangan bumi itu secara penuh.
Indonesia termasuk wilayah yang bisa melihat gerhana. Namun, cuma wilayah timur Indonesia yang bisa melihatnya secara lengkap.
Di wilayah barat dan tengah Indonesia, gerhana hanya tampak berupa bulan purnama berwarna kemerahan yang terbit dari timur berbarengan dengan turunnya matahari di sebelah barat. "Bulan terlihat lebih gelap dan kemerah-merahan," kata Kepala Observatorium Bosscha Taufik Hidayat kepada Tempo, Jumat lalu. "Memang jarang-jarang kita melihat (bulan) seperti itu. Bulan merah itu berangsur-angsur memutih lagi."
Warna bulan yang kemerahan itu terjadi akibat sebagian cahaya matahari yang menyinari bumi disebarkan dan dibiaskan oleh atmosfer bumi. Bayangannya tidak sepenuhnya gelap, cukup bagi cahaya itu mencapai bulan dan memberikan kilau merah tembaga pada saat terjadi gerhana total. "Pembiasan yang paling terbelokkan adalah cahaya merahnya, sehingga bulan akan terlihat kemerah-merahan," kata Taufik.
Fenomena alam itu dapat diamati secara lengkap oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di lingkup wilayah timur Indonesia. Mereka yang bertempat tinggal di Nusa Tenggara Timur sampai Papua akan melihat perubahan warna bulan purnama, mulai putih cemerlang menjadi suram, berubah kemerahan, sebelum perlahan kembali memancarkan kilaunya yang mempesona. Perubahan warna itu terjadi ketika bayang-bayang umbra, lingkaran paling gelap yang terjadi akibat cahaya matahari terhalang bumi, jatuh pada permukaan bulan.
Taufik menyatakan gerhana bulan pada 28 Agustus nanti berbeda dengan gerhana Maret lalu. Gerhana bulan Maret dini hari itu terjadi akibat bayang-bayang penumbra dihalangi bumi. "Tidak terlihat perubahan warna seperti ini," katanya.
Pada Selasa pekan depan, proses gerhana akan dimulai pukul 14.53 WIB. Pada saat itu, permukaan bulan mulai menyentuh lingkaran bayang-bayang umbra. Bulan akan berubah menjadi suram dan pelan-pelan menjadi kemerahan mulai 16.52 WIB, ketika seluruh permukaan bulan masuk dalam bayang-bayang umbra. Puncak gerhana terjadi pukul 17.37 WIB. Saat itu warna bulan menjadi sangat merah. Warna bulan yang suram dan kemerahan itu akan bertahan sekitar setengah jam, sampai pukul 18.22 WIB.
Sayangnya, di wilayah barat Indonesia, bulan purnama baru terbit pukul 17.51 WIB. Itu artinya, warga Sumatera, Kalimantan, Jawa, serta sebagian Sulawesi, termasuk para pengamat di observatorium Bosscha, hanya bisa menyaksikan sisa-sisa gerhana. "Kita (di wilayah barat Indonesia) sudah kelewatan gerhana maksimumnya," kata Taufik.
Jangan terburu kecewa, walaupun cuma bagian akhir, fenomena bulan merah ini masih bisa disaksikan cukup lama. Warna merahnya akan memudar sepenuhnya pukul 19.23 WIB, tapi belum sepenuhnya terang. Seluruh proses gerhana akan berakhir pukul 22.21 WIB, yakni saat bayang-bayang umbra keluar sama sekali dari permukaan bulan.
Meski berada di bagian barat, Observatorium Bosscha berencana mengamati fenomena itu. Tapi belum diputuskan apakah observatorium itu akan membuka fasilitasnya untuk umum saat gerhana nanti. "Sudah datang banyak permintaan, tapi kami mau rapatkan dulu. Maklum, kalau mau terima tamu, kami harus menyiapkan petugas-petugasnya," ujar Taufik.
Observatorium Bosscha juga tengah menimbang untuk menyiarkan fenomena. Taufik menjelaskan rencana merekam fenomena itu lalu menyiarkannya melalui Internet via video streaming. "Kalau sudah diputuskan, akan kami umumkan alamatnya agar bisa diakses melalui Internet," katanya.
Sebenarnya fenomena itu bisa dilihat tanpa harus menggunakan peralatan khusus untuk meneropong langit. Dengan mata telanjang pun, dari atap rumah, fenomena itu dapat terlihat jelas.
Bahkan fenomena itu bisa dipotret menggunakan kamera yang didudukkan di atas tripod. Taufik menyarankan pemotretan dilakukan begitu bulan terbit karena gerhana sudah berlangsung. Kemudian pemotretan diulang secara berkala sehingga dapat terlihat jelas sequence atau rangkaian perubahan warnanya. "Mudah-mudahan langitnya cerah," katanya.
Walaupun cuma bisa melihat sisa gerhana, warga wilayah barat dan tengah Indonesia termasuk beruntung. Orang yang tinggal di Eropa, Afrika, dan wilayah barat Asia tidak bisa menyaksikan fenomena yang terhitung jarang terjadi ini.
Gerhana bulan yang terjadi 28 Agustus nanti merupakan gerhana bulan terakhir tahun ini. Gerhana bulan total baru terjadi lagi pada 21 Februari tahun depan. Pada gerhana itu, menurut situs NASA, giliran penduduk di Pasifik, Amerika, Eropa, dan Afrika yang bisa menyaksikannya. Setelah itu, gerhana bulan total baru terjadi lagi pada 21 Desember 2010 dan dua kali pada 2011.
21 Agustus 2007
TEMPO Interaktif, BANDUNG:
Tjandra Dewi,Ahmad Fikri
0 comments:
Post a Comment