Memelihara Semangat Kartini
Kamu tahu motto hidupku ? “Aku Mau”. Dan dua kata sederhana ini telah membawaku melewati gemunung kesulitan. “Aku tidak mampu” menyerah.”Aku mau!” mendaki gunung itu. Aku tipe orang yang penuh harapan, penuh semangat!
(R.A. Kartini, dalam suratnya ke Stella Zeehandelaar, Jepara, 13 Januari 1900)
Hari ini telah sebegitu jauh berjarak dengan wanita yang luar biasa ini. Tapi nyala semangat dan perjuangannya tetap melekat erat di hati semua wanita Indonesia. Api yang tak padam dan tak surut. Malahan dapat dikatakan sungguh berhasil. Kita tak boleh habis mengenangkan cita-cita beliau.
Cita-cita yang begitu luhur itu. Mengangkat derajat wanita dan memperjuangkan keadilan gender. Namun di atas semua itu : memelihara mimpi dan cita-cita wanita Indonesia untuk terus melangkah dan hidup dalam kemajuan. Tak hanya untuk sejajar secara edukasi dengan kaum pria tapi juga dalam system social yang lebih luas. Dan kita memang seyogyanya tidak bisa meremehkan sosok wanita.
Dalam dunia pendakian gunung memang mengagumkan sepak terjang wanita. Siapa pula pendaki pertama dari Indonesia juga Asia Tenggara yang berhasil menapaki puncak langit Everest setinggi 8850m? Dia adalah seorang wanita berhati baja. Yah, seorang Clara Sumarwati.
Lalu menyusul berikutnya tim putri Indonesia yang berjumlah sepuluh orang tahun lalu. Dipimpin oleh Dwi Astuti Soenardi mereka adalah tim putri pertama dari Asia Tenggara yang menyentuh puncak tertinggi di dunia itu. Turut pula seorang Evi Neliwati yang mengharumkan nama bangsa di jagad panjat dinding dunia.
Kita yang terus belajar, Kita yang berbekal ilmu pengetahuan dan kesempatan. Tentunya sekalian wanita di Indonesia telah dapat melakukan banyak hal. Lebih jauh lagi. Karena jalan telah terbuka, meski belum sepenuhnya. Masih ada bayang-bayang yang merengek untuk kembali ke belakang. Segala perjuangan beliau dan generasi wanita setelahnya hendaklah kita resapi maknanya dan kita teruskan melalui tindakan nyata. Tak kurang dalam memperjuangkan keberlangsungan alam lingkungan bumi ini juga.
"Pergi. Pergilah. Berjuanglah dan menderitalah, tetapi bekerjalah untuk kepentingan yang abadi"
(R.A. Kartini dalam suratnya kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
Ditulis Oleh Agung Subroto
(R.A. Kartini, dalam suratnya ke Stella Zeehandelaar, Jepara, 13 Januari 1900)
Hari ini telah sebegitu jauh berjarak dengan wanita yang luar biasa ini. Tapi nyala semangat dan perjuangannya tetap melekat erat di hati semua wanita Indonesia. Api yang tak padam dan tak surut. Malahan dapat dikatakan sungguh berhasil. Kita tak boleh habis mengenangkan cita-cita beliau.
Cita-cita yang begitu luhur itu. Mengangkat derajat wanita dan memperjuangkan keadilan gender. Namun di atas semua itu : memelihara mimpi dan cita-cita wanita Indonesia untuk terus melangkah dan hidup dalam kemajuan. Tak hanya untuk sejajar secara edukasi dengan kaum pria tapi juga dalam system social yang lebih luas. Dan kita memang seyogyanya tidak bisa meremehkan sosok wanita.
Dalam dunia pendakian gunung memang mengagumkan sepak terjang wanita. Siapa pula pendaki pertama dari Indonesia juga Asia Tenggara yang berhasil menapaki puncak langit Everest setinggi 8850m? Dia adalah seorang wanita berhati baja. Yah, seorang Clara Sumarwati.
Lalu menyusul berikutnya tim putri Indonesia yang berjumlah sepuluh orang tahun lalu. Dipimpin oleh Dwi Astuti Soenardi mereka adalah tim putri pertama dari Asia Tenggara yang menyentuh puncak tertinggi di dunia itu. Turut pula seorang Evi Neliwati yang mengharumkan nama bangsa di jagad panjat dinding dunia.
Kita yang terus belajar, Kita yang berbekal ilmu pengetahuan dan kesempatan. Tentunya sekalian wanita di Indonesia telah dapat melakukan banyak hal. Lebih jauh lagi. Karena jalan telah terbuka, meski belum sepenuhnya. Masih ada bayang-bayang yang merengek untuk kembali ke belakang. Segala perjuangan beliau dan generasi wanita setelahnya hendaklah kita resapi maknanya dan kita teruskan melalui tindakan nyata. Tak kurang dalam memperjuangkan keberlangsungan alam lingkungan bumi ini juga.
"Pergi. Pergilah. Berjuanglah dan menderitalah, tetapi bekerjalah untuk kepentingan yang abadi"
(R.A. Kartini dalam suratnya kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
Ditulis Oleh Agung Subroto
0 comments:
Post a Comment