Suka dan Duka
Lalu seorang wanita bicara, menanyakan masalah suka dan duka.
Yang dijawabnya:
Sukacita adalah dukacita yang terbuka kedoknya.
Dari sumber yang sama yang melahirkan tawa, betapa seringnya mengalir air mata.
Dan bagaimana mungkin terjadi yang lain?
Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam sukma,
maka semakin mampu sang kalbu mewadahi bahagia.
Bukankah piala minuman, pernah menjalani pembakaran ketika berada dalam pembuatan?
Dahulu bukanlah seruling penghibur insan adalah sebilah kayu yang pernah dikerati tatkala dia dalam pembikinan?
Pabila engkau sedang bergembira, mengacalah dalam-dalam ke lubuk hati,
Disanalah nanti engkau dapati bahwa hanya yang pernah membuat derita berkemampuan memberimu bahagia.
Pabila engkau berdukacita, mengacalah lagi ke lubuk hati,
Disanalah pula kau bakal menemui bahwa sesungguhnyalah engkau sedang menangisi, sesuatu yang pernah engkau syukuri.
Diantara kalian ada yang mengatakan:
"Sukacita itu lebih besar dari dukacita".
Yang lain pula berpandangan:
"Tidak, Dukalah yang lebih besar dari Suka".
Tetapi aku berkata kepadamu:
Bahwa keduanya tidak terpisahkan.
Bersama-sama keduanya datang, dan bila yang satu sendiri bertamu di meja makanmu,
Ingatlah selalu bahwa yang lain sedang ternyenyak di pembaringanmu.
Sebenarnyalah engkau ditempatkan tepat di tengah timbangan yang adil.
Menengahi kegembiraan dan kesedihan.
Hanya pabila engkau sedang hampa, kau diam tak gerak dan seimbanglah takaran.
Ketika Sang Bendahara berkanan mengangkatmu. Untuk menguji berat emas-perak di pinggan,
Di saat itulah Kesukaan dan Kedukaanmu timbul tenggelam.
"A man can be free without being great, but no man can be great without being free"
(Gibran : 1883-1931)
Read More......