Doa Akhir Tahun 2013
PADA akhir 2013 ini beragam permintaan seluruh umat
manusia menyerbu ”Departemen Pengabulan Doa” di surga. Para malaikat
terpaksa kerja lembur menyeleksi jutaan doa yang pantas dan tidak pantas
diajukan kepada Tuhan. Doa standar seperti harapan atas keselamatan
manusia dan dunia langsung diloloskan.
Namun, doa-doa ”krusial”, misalnya doa para koruptor agar dibebaskan
dari hukuman, sengaja mereka tahan. Dalih mereka, doa macam itu tidak
pantas diajukan kepada Tuhan.
Para malaikat sangat yakin bahwa Tuhan berada di belakang para
penegak hukum dan lembaga peradilan yang bersih. Tuhan sangat membenci
dan mengutuk korupsi dan koruptor yang telah menghancurkan masa depan
umat manusia, ciptaan-Nya.
Ketika para malaikat hendak istirahat, tiba-tiba muncul gemerencang
doa dan permintaan yang keras mengentak. Setelah diselidiki, ternyata
suara itu datang dari para tokoh elite Indonesia. Mereka ingin menjadi
presiden Republik Indonesia. Para malaikat merasa sungkan menyampaikan
permintaan itu kepada Tuhan.
Bagi para malaikat, Tuhan terlalu mulia untuk dimohon mengurusi
permintaan klise yang rutin muncul setiap lima tahun sekali itu.
Apalagi, kebanyakan calon dan presiden petahana tampak kurang serius.
Ketika dikabulkan permintaannya menjadi presiden, umumnya mereka
melempem menjalankan tugas-tugas profetik dan lupa janji-janjinya.
Lalu, persoalan ketidakadilan dan korupsi tetap saja menjadi menu
rutin dalam kepemimpinan mereka. Mereka selalu berdalih ”sedang belajar
memimpin negara” tanpa memberi batasan waktu masa belajarnya.
Kesatria politik
Para malaikat geleng-geleng kepala. Betapa degradasinya bangsa ini,
pikir mereka. Di negeri ini tidak muncul lagi banyak pemimpin sejati
seperti pada saat awal negeri ini berdiri. Waktu itu para malaikat bisa
tersenyum melihat generasi bangsa ini yang tampil trengginas membangun
peradaban bangsa.
Secara fisik mereka tampil sangat sederhana bahkan hidup pas-pasan,
tetapi kepala mereka selalu mendidih dan menderu seperti mesin
lokomotif. Perjalanan menempuh bermil-mil persoalan ditunaikan dengan
jiwa yang bersih. Satu-satunya pamrih hanyalah mewujudkan kesejahteraan
bangsa.
Generasi negarawan itu adalah para kesatria politik yang berani
pasang badan terhadap segala risiko dalam memimpin perubahan. Mereka
menjalani peran politik secara bermartabat: berbasis etik dan etos.
Etika mendorong mereka menjalankan peran dan fungsi politik untuk
mewujudkan cita-cita sosial: masyarakat bangsa berkeadilan,
berkemakmuran, dan bermartabat. Etos mendorong mereka mampu menjalankan
tugas-tugas profetik secara jujur, gigih, dan kreatif. Mereka
membebaskan rakyat mereka dari kemiskinan dan kebodohan, serta
meninggikan rakyat secara eksistensial.
Selalu monoton
”Saya sering mengelus dada mendengarkan suara hati mereka. Bunyinya
selalu monoton. Hanya keuntungan, keuntungan, dan keuntungan,” keluh
salah satu malaikat.
Malaikat lain pun berucap, ”Ya, tapi bagaimanapun bangsa ini harus ditolong. Masih banyak orang baik di negeri ini.”
”Caranya?” sergah malaikat yang lainnya lagi.
”Tangkap, adili, dan hukum semua koruptor Merekalah biang keladi
keterpurukan negeri ini sehingga tak ada ruang bagi orang-orang baik,”
ujar salah satu malaikat.
”Siapa yang berani? KPK? Tugas mereka sudah sangat berat menangani
kasus korupsi pinggiran yang jumlahnya ribuan hingga belum sempat
menyentuh korupsi pada inti kekuasaan.”
”Itulah kelemahan KPK. Mestinya mereka berani langsung menyendok
bubur tepat di bagian tengah. Otomatis korupsi di pinggiran akan
tergulung,” ujar malaikat yang lain.
Tak punya kapasitas
Tak ada respons. Ide itu dianggap mustahil. Akhirnya para malaikat
memutuskan untuk mengurusi doa dan permintaan orang-orang menderita yang
jumlahnya terus meningkat. Mereka tak beda dengan kaum usiran di
negerinya sendiri, baik secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.
”Masak kita tega membiarkan negeri ini kembali dikuasai orang-orang
yang tidak punya kapasitas brahmana sekaligus kesatria. Ingat Pemilu
2014 sudah dekat, nih,” bisik salah satu malaikat.
”Apa orang macam itu masih ada di negeri ini?” tanya malaikat yang lain.
Dari tempat-Nya yang jauh, Tuhan pun tersenyum. Para malaikat sangat memahami senyuman Tuhan, Sang Mahapem- buat Skenario.
Harapan pun mekar dalam dada para malaikat.
INDRA TRANGGONO, Pemerhati Kebudayaan dan Sastrawan
0 comments:
Post a Comment